Jakarta - Kerja keras Indonesia untuk meratifikasi Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA) dengan Uni Eropa (UE) setahun lalu membawa dampak positif bagi perdagangan hasil hutan nasional.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nus Nuzulia Ishak mengatakan hal ini terbukti dari adanya misi pembelian produk kayu untuk tujuan ekspor ke Jerman dengan total nilai US$ 2,1 juta.
"Di tengah maraknya isu pembalakan liar Indonesia dengan era perdagangan global yang bergerak ke arah environment friendly and sustainable of trade in, Indonesia mampu membuktikan daya saing produknya melalui dokumen V-Legal dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (2/9/2014).
Nus menjelaskan, pembelian produk kayu tersebut dilakukan importir Jerman, Joh Heinrich Warncke GmbH yang memilih beberapa perusahaan produk kayu dari Semarang, Jawa Tengah, sebagai rekan bisnis dengan produk-produk berstandar kualitas tinggi, ramah lingkungan, dan sesuai dengan preferensi konsumen di Jerman.
Jerman sendiri merupakan pengimpor produk kayu terbesar keempat Indonesia. "Melalui misi pembelian ini, target ekspor nasional Indonesia ke Jerman hingga 2015 diharapkan tumbuh sebesar 1 persen-2 persen atau senilai US$ 2,91 miliar-US$ 2,94 miliar," lanjutnya.
Selain itu, Joh Heinrich Warncke GmbH menandatangani kontrak kerja sama dengan PT Setia Indo Putra sebesar US$ 1 juta untuk permintaan produk kayu, yakni parquet flooring dan wooden decking dari kayu bangkirai.
Seperti diketahui, sejak tahun 2009, sistem legalitas produk kayu mulai diperkenalkan sebagai sistem yang sejalan dengan komitmen internasional dalam go green dan sustainability products.
Implementasi kebijakan tersebut kemudian dikenal dengan nama SVLK melalui Permendag No. 64/M- DAG/PER/10/2012 Tentang Peraturan Ekspor untuk Industri Kehutanan. Peraturan tersebut efektif diberlakukan bagi perusahaan besar mulai 1 Januari 2013 untuk menjawab permintaan pasar dan mencapai peluang pasar untuk produk kayu Indonesia.
Sedangkan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang semula diberlakukan mulai 1 Januari 2014 diperpanjang hingga 1 Januari 2015 mendatang berdasarkan Permendag No. 81/M-DAG/PER/12/2013.
Pada 30 September 2013, Indonesia dengan Uni Eropa (UE) meratifikasi Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA) untuk menghentikan perdagangan kayu ilegal dan memastikan hanya kayu dan produk kayu yang telah diverifikasi legalitasnya yang boleh diimpor UE dari Indonesia.
Sebagai informasi, Selama periode 2009-2013 ekspor flooring parquet Indonesia terus mengalami peningkatan dengan tren positif 6,68 persen.
Sebelum Di Impor ke Jerman , tentunya kayu - kayu dari Indonesia ini ditimbang dahulu mengunakan timbangan khusus yang bisa disebut dengan Floor Scale. Dengan menggunakan Floor Scale ini , pengukuran menggunakan floor scale ini tentunya mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Pada 2013 total ekspor flooring parquet Indonesia mencapai nilai US$ 500,3 juta. Sedangkan pada periode Januari-Mei 2014, ekspor flooring parquet Indonesia tetap tumbuh sebesar 23,67 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni mencapai US$ 241,3 juta.
Pada tahun 2013 Jerman menduduki posisi keempat sebagai negara tujuan ekspor flooring parquet Indonesia senilai US$ 35,4 juta dengan share sebesar 7,07 persen. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ekspor flooring parquet Indonesia ke Jerman mengalami tren negatif 4,56 persen.
Senin, 22 Desember 2014
Ikut Aturan, Jerman Kembali Minati Kayu Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar